SELECT LANGUAGE

Jumat, 20 September 2013

Qadha dan Qadar


PENDAHULUAN

Rukun iman yang keenam, atau tingkatan kepercayaan yang paling akhir ialah qadha dan qadar. Ringkasan kepercayaan ini ialah bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam alam ini atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan baik, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik hidup kita, semuanya tidaklah lepas pada “taqdir” atau ketentuan Illahi. Tidak lepas dari pada qadar artinya jangka yang telah tertentu, dan qadha artinya ketentuan.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Qadha adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap makhluk sejak zaman azali. Qadha juga bisa diartikan sebagai hukum Allah SWT yang telah Dia tentukan untuk alam semesta alam ini dan Dia jalankan alam ini sesuai dengan konsekuensi hukumnya dari sunnah-sunnah yang Dia kaitkan antara akibat dengan sebab-sebabnya, semenjak Dia menghendakinya sampai selama-lamanya.
Qadar yaitu perwujudan qadha Tuhan bagi manusia setelah berusaha (ikhtiar), dapat juga diartikan sebagai penentuan atau pembatasan ukuran segala sesuatu sebelum terjadinya dan menulisnya di lauhil mahfudz.
Beriman kepada qadar yaitu membenarkan dengan sesungguhnya bahwa yang terjadi baik dan buruk itu adalah atas qadha dan qadar Allah.
Segala yang terjadi pada alam semesta dan pada jiwa manusia semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah dan ditulis sebelum diciptakannya makhluk. Semua yang telah ditakdirkan Allah adalah untuk sebuah hikmah yang diketahui oleh-Nya. Allah tidak pernah menciptakan kejelekan yang murni, akan tetapi ia masih dalam rentetan makhluknya. Segala sesuatu apabila dinisbatkan kepada Allah adalah keadilan, rahmat dan hikmah. Maka keburukan murni tidak termasuk ke dalam sifat Allah dan tidak juga ke dalam perbuatan-Nya. Dia memiliki kesempurnaan mutlak. Firman Allah yang artinya : “Apasaja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. An Nisa: 79).
Pada suatu malam, selepas menunaikan sholat isya, Rasulullah saw mengunjungi rumah menantu rumah menantunya. Ali ra saat itu dilihat menantunya sudah tidur lelap, sedang waktu masih terlampau sore. Rasulullah saw lalu berkata: “Alangkah baiknya kalau sebagian dari waktu malammu dipergunakan untuk melakukan shalat sunat”. Ali ra menjawab: “ya Rasulullah, diri kita semua ini berada dalam genggaman kekuasaan Allah. Jikalau dia menghendakinya, tentu dilimpahkan oleh-Nya rahmat kepada kita, dan jikalau Dia menghendaki tentu ditariknya kembali rahmat itu”.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw dengan nada kecewa, keluar meninggalkan rumah menantunya itu sambil memukul-mukul pahanya dan berkata “Sungguh manusia itu amat banyak sekali membantah-Nya”.
Riwayat tersebut memberi petunjuk terhadap ketidaksetujuan Rasulullah saw kepada mereka yang berpandangan bahwa segala sesuatu tergantung kepada kehendak Tuhan semata, dan kurang memperhatikan peran kerja atau amal ibadah.

B.     Tingkatan Beriman Kepada Takdir
1.      Al Ilm (pengetahuan)
Yaitu mengimani dan meyakini bahwa Allah Maha Tahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit and bumi, tak asa sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
2.      Al Kitabah (penulisan)
Yaitu percaya bahwa Allah telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam lauhil mahfudz yang ada di sisi-Nya. Tiada sesuatu pun yang terlupakan.
3.      Al Masyi’ah (kehendak)
Yaitu segala sesuatu yang terjadi, atau tidak terjadi di langit dan bumi adalah kehendak Allah, dan Allah telah menetapkan bahwa apa yang diperbuat-Nya adalah dengan kehendak-Nya.
4.      Al Khalq (penciptaan)
Yaitu mengimani bahwa apa yang terjadi dari perbuatan Allah adalah ciptaan-Nya. Segala yang ada di langit dan bumi, dan seisinya adalah ciptaan Allah termasuk apa yang terjadi dalam makhluk-Nya seperti sifat, perubahan dan keadaan.

C.    Macam-macam Takdir
1.      Takdir Azali
Meliputi segala hal dalam 50.000 tahun sebelum terciptanya langit dan bumi, ketika Allah menciptakan Al Qalam dan memerintahkannya menulis segala apa yang ada sampai hari kiamat.
2.      Takdir Umuri
Takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya, ketika pembentukan air sperma sampai pada masa sesudah itu dan bersifat umum, rezeki, perbuatan, kebahagiaan dan kesengsaraan.
3.      Takdir Sanawi
Takdir yang dicatat pada malam lailatul qadar setiap tahun. Pada malam itu ditulislah semua apa yang bakal terjadi dalam 1 tahun, mulai dari kebaikan, keburukan, rezeki, ajal dan lain-lain.
4.      Takdir Yaumi
Dikhususkan untuk semua peristiwa yang telah ditakdirkan dalam 1 hari, mulai dari penciptaan, rezeki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, dan menghilangkan kesusahan dan sebagainya.

D.    Iman Kepada Qadha dan Qadar Kaitannya dengan Perkembangan Islam
Menurut Abdul Mudhaffar Ibnus Sam’ani, cara mengetahui adanya qadha dan qadar, ialah melalui Al-Qur’an dan sunnah, bukan logika dan akal. Maka barang siapa tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, ia sesat dalam laut keheranan, tidak dapat menemukan penawar yang menyejukkan, mententramkan jiwa. Karena qadar itu adalah rahasia Allah, yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Allah menyembunyikan rahasia-rahasia itu dari penglihatan manusia dan ilmu mereka. Karena ada hikmat yang Allah sendiri yang mengetahuinya. Nabi dan malaikat tidak dapat mengetahuinya.
Perkataan ini sepintas lalu dapat dikatakan bertentangan awalnya dengan akhirnya. Akan tetapi pertentangan itu hilang apabila kita mengetahui mengenai qadha dan qadar ini. Dan dikehendaki dengan akhir ketetapan ini ialah apa yang Allah telah tetapkan bagi setiap makhluk-Nya.
Ringkasnya, hendaklah kita cukupi dalam masalah ini apa yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan as sunnah, tidak membahasnya lebih lanjut lagi, karena akan membawa kepada sesuatu yang sebenarnya tidak dapat diketahui akal manusia dan tidak ada kaitannya dengan kebahagiaan kehidupan manusia di dunia ini ataupun di akhirat.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar, sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka dalam berjuang mengembangkan agama Allah.

E.     Faedah Iman Kepada Qadha dan Qadar
Kita beriman kepada qadha dan qadar, menghasilkan faedah yang besar dalam kehidupan kita para mukmin. Allah menciptakan manusia menyukai hidup, menggemari kenikmatannya, selalu berusaha menghasilkan kemanfaatan bagi dirinya, tidak menyukai sakit, sangat berkeluh kesah apabila bencana menimpanya.
Hal-hal di atas merupakan salah satu kekurangan manusia dan mendorongnya membuat kejahatan. Karenanya tidaklah layak bagi orang yang mengobati jiwa manusia, mengabaikan urusan pengobatan dan memperburuk keadaan. Jika tidak, suburlah pada manusia tabiat cinta diri dan mengutamakan diri sendiri dan putuslah hubungannya dengan orang-orang yang ada disekitarnya, apabila dia memperoleh kebajikan, dan timbullah keluh kesahnya dan lemahlah cita-citanya apabila ditimpa bencana.
Orang yang berpendapat bahwa dia berkuasa atas dirinya sendiri, segala kebajikan yang diperolehnya hanyalah karena kepandaian dan kecakapannya, tentulah dia terperdaya, tentulah dia congkak dan angkuh, lalu karenanya putuslah hubungannya dengan masyarakat, tidak lagi bersyukur kepada Tuhannya. Orang yang ditimpa bencana dengan anggapan bahwa hal itu dideritanya, lantara semata-mata kesalahannya, kekeliruannya, mengkin akan terlalu menyesali dirinya, atau menjadi dendam kepada orang-orang di sekitarnya. Dia tidak menemukan sesuatu yang dapat menghibur hatinya, lalu lemahlah azimahnya. Dan kadang-kadang dia beranggapan apabila bencana itu terus menerus menimpanya, bahwa dia tidak mampu menolak bencana, lalu timbullah putus asa, maka dia pun menjadi nekad membunuh diri.
Maka jalan yang paling baik untuk memelihara manusia dari sikap pongah, congkak dan sombong, apabila dia memperoleh kebajikan, dan menghibur hatinya, apabila dia tertimpa kesusahan, ialah iman, bahwa segala apa yang telah terjadi adalah karena demikianlah takdir azali.
Mukmin yang percaya kepada qadha Allah dan qadar-Nya sangat jauh dari tabiat dengki yang mendorongnya kepada kejahatan, karena dia beranggapan bahwa mendengki manusia terhadap nikmat-nikmat yang diperolehnya, berarti dengaki kepada nikmat Allah; dan dia menyukai bagi orang lain, apa yang dia sukai bagi dirinya sendiri. Dia berusaha mencapai kebahagiaan melalui jalan yang telah digariskan agama. Dia beramal dengan jiwa yang tenang dan berani, serta berpegang kepada Allah sendiri dengan tetap memohon taufiq dan inayah, dia memuji Allah dan mensyukuri-Nya terhadap pemberian Allah kepadanya. Dan jika dia gagal, tidaklah dia berkeluh kesah, tidaklah lemah azimahnya dan tidaklah menyerah kalah kepada kegundahan serta tidak menaruh dendam kepada seseorang pun.
Mukmin yang beriman kepada qadha dan qadar-Nya, bersifat berani, tidak penakut; karena dia beritikad bahwa tidak terjadi kesukaran atau kemudahan, kekayaan atau kepapaan, hidup dan mati, melainkan dengan ketentuan Allah. Orang itu bekerja dengan sebaik-baiknya. Dia tidak takut melainkan kepada Allah. Dan dia tidak mengharap, melainkan rahmat dan keridhaan Allah SWT.

PENUTUP
Iman kepada qadha dan qadar adalah rukun iman yang keenam. Sebagai umat Islam kita wajib percaya adanya qadha dan qadar Allah. Karena Allah tidak akan menciptakan dan menggariskan sesuatu dari muka bumi ini dengan sia-sia, semuanya pasti mengandung manfaat dan mengandung pelajaran yang bisa diambil oleh manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar