Satu hal yang mengerikan, ribuan Orangutan mati setiap tahunnya. Padahal keberadaan Orangutan telah dilindungi sebagai hewan langka. WWF, The Nature Conservacy, Asosiasi Ahli Primata Indonesia, serta organisasi swasta lainnya memberikan pernyataan ini setelah melakukan penelitian beberapa tahun belakangan. Tragisnya,Orangutan mati dibantai demi kebun Kelapa Sawit!
Pada 2007 silam, sebanyak 750 - 1.800 Orangutan mati di Indonesia.
Ribuan kematian Orangutan terjadi di tahun - tahun berikutnya. Kemudian, dari hasil wawancara 9.983 responden di 687 desa di tiga provinsi Kalimantan antara bulan April 2008 hingga September 2009, setidaknya ditemukan 750 Orangutan tewas dibantai.
Lebih dari setengah responden yang diwawancara bahkan mengaku setelah membunuh, mereka memakan daging Orangutan tersebut. Orangutan tersebut dibunuh karena mengganggu tanaman milik warga. Terutama karena dianggap menjadi hama kelapa sawit.
Menurut hasil penelitian dilakukan Perhimpunan Pemerhati dan Peneliti Primata Indonesia ( Perhappi ) dan The Nature Conservancy ( TNC ), April 2008 hingga September 2009, menunjukkan adanya "perebutan ruang" antara manusia dengan Orangutan.
Dimana Reaksi Pemerintah?
Ironisnya, belum ada reaksi dari pemerintah atas tragedi ini sedikit pun. PihakKementerian Kehutanan Indonesia juga belum memberi berkomentar mengenai masalah ini. Padahal melihat dari banyaknya bukti tengkorak, kulit, dan bagian tubuh orangutan yang tergeletak berserakan di hutan, ini merupakan fakta yang sangat mengerikan.
Yaya Rayadin, peneliti dari Pusat Peneliti Hutan Tropis ( PPHT ) meminta Pemprov Kaltimtak menutup mata terkait tragedi ini. Satu hal yang menurut Yaya tak kalah penting adalah anggaran untuk penyelamatan Orangutan. Hingga saat ini belum ada kepastian mengenai hal tersebut. “Kita berbicara konservasi Orangutan. Tapi apakah ada budgetnya?,” tanyanya.
Dari kacamata pengamat lingkungan Niel Makinuddin, pemerintah juga punya andil dalam kerusakan habitat Orangutan. Spesies Orangutan dilindungi oleh undang - undang ( UU ). Tapi, ketika Tata Ruang memaksa habitat Orangutan tergerus oleh kepentingan usaha, tidak ada hukum yang mengaturnya. “Padahal Orangutan kalau habitatnya dirusak, sudah pasti mati. Entah dikejar karyawan perusahaan atau mati kelaparan,” ujar pengamat lingkungan ini.
Niel mengatakan, pakan dan ruang bagi Orangutan merupakan kunci kehidupan. Jika dua itu tak ada, bisa dipastikan Orangutan akan pergi mencari tempat baru. “Orangutan makan sawit atau kambiumnya akasia itu temporary, karena bukan itu makanan utama mereka, bisa dilihat dari struktur giginya. Tapi, karena keadaan, sebagian tempat sudah jadi batu bara, sawit, mereka lari,” jelas Niel.
Berdasarkan hasil studi dari tahun 2006 hingga sekarang, penelitian ground survey telah dilakukan bahkan telah berhasil membuat sekitar 74 km transek dan berhasil mengobservasi 1.500 pohon sarang dengan ditemukan sekitar 2.400 sarang Orangutan. Dari luasan tersebut, mengacu kepada hasil penutupan kawasan hutan dan ground survey, diperkirakan masih terdapat sekitar 2.500-3.000 ekor Orangutan di Lanskap Kutai.
Menengok ke belakang, pada 1990, jumlah Orangutan di tanah Borneo diperkirakan mencapai 230 ribu. Pada 2007, angkanya diprediksi 54 ribu. Lalu, pada 2010, khususnya di Lanskap Kutai, menyusut jadi 2.500 - 3.000 ekor saja. Secara keseluruhan,populasi Orangutan Kalimantan diperkirakan tinggal 50 ribu saja.
Mohon sebarkan kabar ini seluas - luasnya untuk mendukung gerakan "Save Orangutan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar